Dadali: Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengingatkan potensi bencana alam akibat tingginya curah hujan pada akhir 2021 dan awal 2022. Curah hujan tinggi diprakirakan terjadi mulai November, Desember 2021, dan berlanjut pada Januari hingga Februari 2022.
Ia mengatakan wilayah Indonesia kompleks dan kondisi cuaca dipengaruhi oleh interaksi benua Asia serta Australia. Sehingga perubahan cuaca di luar siklus bisa terjadi secara mendadak.
"Artinya perkiraan itu bisa tiba-tiba berubah, karena ada sesuatu yang tiba-tiba berubah di tempat lain," kata Dwikorita, dilansir dari Medcom.id, Kamis, 28 Oktober 2021.
Contohnya, kata dia, kejadian banjir di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) pada Januari 2020. Dia mengeklaim bencana itu sudah terdeteksi seminggu sebelumnya. Namun, intensitas hujan melampaui perkiraan.
Mantan Dekan di Universitas Gajah Mada itu menegaskan pesan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri tentang anomali suhu air laut adalah fakta yang terjadi. BMKG telah me-monitoring satelit permukaan air laut di Pasifik saat ini lebih dingin dari normalnya.
Sebaliknya, suhu permukaan air laut di kepulauan Indonesia lebih hangat dari biasanya. Ini menyebabkan tekanan udara di wilayah Pasifik lebih tinggi, dan tekanan udara di Indonesia lebih rendah.
Baca: Peringatan BMKG: Berpotensi Hujan Lebat, DKI Jakarta Waspada Banjir!
"Curah hujan yang harusnya turun dicicil dalam satu bulan, tapi karena pengaruh fenomena regional dan seruak udara, akhirnya volume curah hujan yang mestinya sebulan bisa turun dalam 24 jam," kata Dwikorita.
Menurutnya, sangat penting untuk memahami soal bencana itu terjadi karena lingkungan. Bencana akan terjadi apabila semua penuh dengan aspal dan beton, pohon-pohon ditebang, sehingga resapan air menjadi terhambat.
"Inilah yang mengakibatkan bencana apabila hujan lebat dalam beberapa jam, dan lingkungan tidak bisa seketika meresap karena kerusakan alam. Maka penghijauan menjaga kelestarian lingkungan sangat-sangat tepat untuk mengurangi risiko ketidakmampuan lingkungan untuk segera meresapkan air yang datang seketika," kata dia.
(RAO)