Co-founder Our Reworked World Annika Rachmat berharap kampanye gerakan slow fashion dapat dapat memberdayakan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Slow fashion yang menjadi fokus perusahaan rintisannya itu juga diharap mengurangi pencemaran lingkungan.
Annika mengatakan slow fashion merupakan antitesis dari fast fashion. Slow fashion lebih mengutamakan kualitas produk dan usia pemakaian yang lebih lama.
“Meski relatif lebih mahal, namun, secara etika dan kualitas produk, slow fashion jauh lebih unggul dan ramah lingkungan ketimbang fast fashion,” ucap Annika, dikutip dari Antara, Rabu, 19 September 2022.
Annika menyebut tren fast fashion menimbulkan sejumlah isu sosial dan lingkungan yang semakin mengkhawatirkan. Di antaranya masalah limbah tekstil, polusi udara karena pembakaran pakaian bekas, dan yang terburuk adalah, eksploitasi anak-anak menjadi pekerja berupah rendah.
"Limbah tekstil adalah pencemar air kedua terburuk di dunia setelah limbah industri. Menurut data kami, dari total 200 miliar potong pakaian yang diproduksi setiap tahun, 85 persen di antaranya berakhir di tempat sampah," ujar Annika.
Dia menyebut, di Indonesia ada satu juta ton limbah tekstil setiap tahunnya.
Hal itulah yang mendorong Annika bersama rekan lainnya yaitu Nicole Chu dan Britney Halim di awal pandemi tahun 2020 mulai mengumpulkan dan mengurasi pakaian-pakaian bekas atau sudah tak terpakai.
Berdayakan penjahit lokal
Annika dan Nichole memberdayakan para penjahit lokal untuk mengerjakan ulang pakaian-pakaian tersebut. Setelah menentukan desain dan pola baru, para penjahit akan membuat pakaian sesuai desain.
“Setelah kami nilai sangat layak pakai, kami lantas memasarkan pakaian-pakaian tersebut via Akun Instagram @4urclosetID dan website OurReworkedWorld.com/shop. Apabila ada baju yang terjual, kami serahkan 100 persen keuntungannya untuk mereka," ucap Annika.
Tidak hanya pakaian, Our Reworked World juga memproduksi sejumlah fabrik lain dari barang bekas. Di antaranya, tas jinjing dua sisi (reversible tote bag), tas (bag), tas ransel (backpack), kantong (pouch), hingga “Travel Cube.”
Kegiatan itu telah dilakukan sejak 2021 dengan menggandeng sejumlah UKM dari Bali dan Klaten. Barang-barang tersebut diproduksi melalui proses alami tanpa kimia dan energi fosil.
"Untuk pouch dan ‘Travel Cube,’ kami juga merangkul Gerakan Kepedulian (GK) Indonesia; yakni organisasi nirlaba dengan misi membina keluarga berbudaya, produktif, dan mandiri agar menjadi masa depan Indonesia," ujar Annika.
Setidaknya 95 persen dari 277 produk thrift yang dipajang telah laku terjual. Seluruh hasil penjualannya telah diteruskan pada mitra penjahit dan beberapa mitra nirlaba di Indonesia. "Ini bukan hanya tentang kemanusiaan, tetapi apresiasi atas kontribusi mereka yang sangat signifikan untuk masa depan yang berkelanjutan," ungkap Annika.
Annika dan kawan-kawan juga akan meningkatkan kerja sama dengan lebih banyak penjahit dan penenun dari seluruh pelosok nusantara. Di samping itu, juga berencana untuk membuka cabang di negara lain dengan menggandeng anak-anak muda setempat yang memiliki kepedulian yang sama akan slow fashion dan kesinambungan.
"Kami sangat berharap Our Reworked World dan gerakan-gerakan serupa kami ini tidak berhenti seiring pandemi mereda. Selama dua tahun ini, gerakan kami justru membesar. Saya yakin apabila kampanye slow fashion digaungkan bersama-sama, melibatkan semua pemangku kepentingan, maka masa depan manusia yang berkesinambungan bisa kita capai," kata Annika.
BACA: Cinta Laura Kampanye Lingkungan di Citayam Fashion Week(SUR)