Dadali: Anggota Komisi II DPR RI Nasir Djamil sudah memprediksi dari awal bahwa Front Pembela Islam (FPI) akan dilarang seluruh aktivitas dan kegiatannya oleh pemerintah suatu saat. Prediksi itu mencuat setelah Presiden Jokowi melakukan pembubaran dan penghentian kegiatan terhadap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada 2017. Saat itu, ia meyakini akan ada organisasi masyarakat (ormas) lainnya yang akan senasib dengan HTI.
“Secara pribadi saya tidak terkejut, karena sudah saya prediksi bahwa suatu saat FPI akan dilarang,” kata Nasir dalam diskusi virtual Crosscheck dengan tajuk “Awas! FPI Reborn“ yang disiarkan melalui akun YouTube Medcom.id pada Minggu, 3 Januari 2021.
Pembubaran FPI dinilai tidak mengherankan dan wajar. Sebab, beberapa waktu belakangan, terdapat rentetan kasus hukum terkait FPI. Seperti misalnya, kasus kerumunan di Petamburan dan Megamendung yang berujung ditetapkannya Imam Besar FPI Muhammad Rizieq Shihab sebagai tersangka.
“Kemudian, dibukanya lagi kasus chat dia dengan seorang perempuan dan terakhir klimaksnya adalah breaking news yang dilakukan oleh pemerintah terkait dilarangnya FPI melakukan kegiatan,” ucap Nasir.
Terlepas dari itu semua, ia menjelaskan bahwa seharusnya pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap ormas. Pembinaan diperlukan agar ormas-ormas tetap menyuarakan persatuan dan kesatuan Indonesia, bukannya malah memecah belah bangsa. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Ia berpendapat pemerintah memiliki aparat dan anggaran untuk membina ormas. Sehingga seharusnya pemerintah tidak perlu khawatir terhadap ormas-ormas, khususnya FPI.
“Menurut saya apa yang dikhawatirkan (dari FPI)? Pemerintah punya semuanya. Misalnya, waktu Persaudaraan Alumni 212 ingin reuni, itu bisa kok diantisipasi oleh pemerintah. Ketika masuk ke Jakarta, mereka (PA 212) disuruh pulang,” imbuh Nasir.
Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia Mahfud MD melarang seluruh aktivitas dan setiap kegiatan yang akan dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI). Keputusan ini tertuang dalam Surat Keputusan bersama enam Pejabat Tertinggi di Kementerian dan Lembaga, yakni Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Dengan adanya larangan ini, FPI tidak lagi memiliki legal standing, baik sebagai organisasi masyarakat maupun organisasi biasa. Pemerintah juga meminta masyarakat untuk tidak ikut andil dalam kegiatan yang menggunakan simbol maupun atribut FPI. Larangan ini berlaku sejak 30 Desember 2020.
(SYI)