Dadali: Sudah setahun lamanya pandemi covid-19 melanda Indonesia. Tentunya, kondisi tersebut bukanlah suatu hal yang ideal. Kehidupan seseorang pun pasti terdampak dengan adanya pandemi covid-19. Ada yang merasakan kehidupannya sama saja, ada yang mengalami keuntungan, bahkan ada juga yang terpuruk dalam kondisi sekarang ini.
Tidak dapat dimungkiri, roda ekonomi pada pandemi covid-19 berjalan lebih lambat ketimbang dalam keadaan normal. Krisis ekonomi, pendidikan, sosial, hingga kesehatan juga telah atau masih dilalui selama setahun ini.
Situasi itulah yang menyebabkan beberapa orang akhirnya mengalami depresi. Apabila hal ini terus dirasakan, maka seseorang yang imannya tidak kuat pun bisa mengharapkan kehidupannya untuk segera berakhir.
Pertanyaannya adalah apakah kita diperbolehkan untuk berdoa memohon kematian? Dilansir dari NU Online, jawaban untuk pertanyaan tersebut dapat ditemukan dalam kitab karya Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad yang berjudul Sabilul Iddikar wal I’tibar bima Yamurru bil Insan wa Yanqadli Lahu minal A’mar (Dar Al-Hawi, Cet. II, 1998, halaman 58), berikut bunyinya:
“Adalah makruh (tidak disukai) mengharapkan mati atau berdoa memohon kematian disebabkan penderitaan yang menimpa seseorang, seperti penyakit, kemiskinan, dan hal-hal semacam itu yang merupakan kesengsaraan dunia. Namun, jika ia merasa takut, hal itu akan menjadi fitnah (godaan berat) terhadap agamanya, maka hal itu diperbolehkan dan terkadang malah dianjurkan.”
Kutipan di atas menjelaskan bahwa hukum mengharapkan atau memohon atas kematian adalah makruh. Hal itu didasarkan pada hadis yang diriwayatkan dari Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi yang berbunyi:
“Jangan sekali-kali ada orang di antara kalian menginginkan kematian karena tertimpa suatu bencana. Namun, jika sangat terpaksa, maka sebaiknya ia mengucpkan doa: ‘Ya Allah, biarkanlah aku hidup sekiranya hidup itu lebih baik bagiku dan matikanlah aku sekiranya kematian itu lebih baik bagiku’.”
Dari situ dapat ditarik kesimpulan bahwa kematian itu merupakan takdir. Hanya Allah yang dapat memutuskan apakah seseorang akan dimatikan atau tidak. Sebab, Allah sangat memahami apa yang terbaik untuk hamba-Nya.
Apabila Allah membiarkan seseorang yang sedang mengalami musibah untuk bertahan hidup, hal itu dapat diartikan sebagai kesempatan seseorang untuk menambah pahala sebanyak-banyaknya. Tak hanya itu, seseorang itu juga diberikan kesempatan untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhori sebagai berikut:
“Janganlah ada seseorang dari kalian yang mengharapkan kematian. Jika ia orang yang baik, mudah-mudahan hal itu menambah kebaikannya. Dan jika ia orang yang buruk, semoga ia dapat memanfaatkannya untuk berobat.”
Kematian seseorang telah ditetapkan dari awal oleh Allah. Ketetapan itu juga tidak memandang, fisik, status sosial, ataupun sikap dari seseorang. Hal ini dijelaskan oleh Sayyid Abdullah Al-Haddad di halaman yang sama, yakni halaman 58, berikut bunyinya:
“Sesungguhnya kematian adalah suatu perkara yang telah ditetapkan pada seluruh manusia dan berlaku tanpa terkecuali. Allah tidak pilih kasih dalam hal ini sehingga tidak memandang kuat lemahnya fisik seseorang ataupun tinggi rendahnya kedudukan mereka di masyarakat.”
Intinya, berdoa memohon kematian sebaiknya tidak dilakukan karena sesungguhnya kematian sudah ditetapkan oleh Allah. Bagi seseorang yang sedang merasakan masa krisis ataupun depresi, akan jauh lebih baik apabila dapat menyikapinya dengan kepala dingin. Cobalah untuk memperbanyak amalan dan bertobat. Sebab, kehidupan adalah anugerah yang harus disyukuri setiap detiknya.
(SYI)