Dadali: Seluruh umat Islam diwajibkan untuk menunaikan ibadah salat. Perintah untuk mengerjakan salat lima waktu ini tertuang dalam kita suci umat muslim, yakni Al-Quran.
Tentunya, dalam menjalankan salat lima waktu atau salat sunnah, para pemeluk agama Islam harus memerhatikan tata tertib salat. Termasuk, mengetahui hal-hal apa saja yang dapat membatalkan salat.
Terdapat satu dari berbagai hal yang dapat membatalkan salat seringkali masih menjadi pertanyaan umat Islam, yaitu bergerak ketika salat. Lantas, bagaimana ya hukum bergerak saat salat? Apakah dengan menggaruk bagian badan yang gatal dapat membatalkan salat? Yuk, simak penjelasannya sebagai berikut.
Dilansir dari Nu Online, para ulama mazhab Syafi’i menjelaskan bahwa bergeraknya bagian tubuh seseorang (di luar gerakan salat) yang berlangsung tiga kali secara beriringan tanpa jeda yang cukup lama dapat membatalkan salat. Lain halnya ketika tiga gerakan itu dilakukan secara terpisah atau dengan jeda yang cukup lama.
Jadi, ketika gerakan pertama dianggap sudah terputus dari gerakan kedua, maka gerakan yang pertama tidak dihitung lagi. Imam Al-Baghawi menyebutkan suatu gerakan dapat terputus dalam salat ketika terdapat jeda sekitar satu rakaat salat. Hal ini juga dijelaskan oleh Imam an-Nawawi dalam kitabnya, Raudhah at-Thalibin wa ‘Umdah al-Muftin:
“Batasan suatu gerakan dianggap terpisah adalah saat gerakan kedua dianggap terputus dari gerakan pertama. Imam al-Baghawi berkata dala kitab at-Tahdzib, ‘Menurutku (dua gerakan dianggap terputus itu) sekiranya di antara kedua gerakan berjarak sekitar satu rakaat’.” (Syekh Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Raudhah at-Thalibin wa ‘Umdah al-Muftin, juz 1, halaman 108).
Lebih rincinya, perhitungan jumlah gerakan dalam salat dijelaskan dalam kitab Fath al-Mu’in yang berbunyi:
“Menggerakkan tangan dan mengembalikannya secara beriringan dihitung satu hitungan, begitu juga mengangkat tangan dari dada dan meletakkan tangan di tempat menggaruk dihitung satu hitungan jika dilaksanakan secara langsung (ittishal), jika tidak langsung maka setiap jeda dihitung satu kali hitungan. Ketentuan ini berdasarkan penjelasan yang dijelaskan oleh guruku (Imam Ibnu Hajar).” (Syekh Zainuddin al-Maliabari, Fath al-Mu’in, juz 1, halaman 251).
Lalu, bagaimana dengan gerakan kecil seperti menggaruk bagian tubuh yang gatal? Ternyata, ketentuan yang sudah dipaparkan di atas tidak berlaku untuk gerakan-gerakan kecil, seperti gerakan jemari, bibir, dan lidah.
Jadi, menggaruk bagian tubuh yang gatal tidak membatalkan salat. Walaupun, gerakan itu dilakukan berulang-ulang dan lebih dari tiga kali, tetap saja hal itu diperbolehkan, selama telapak tangan tidak ikut bergerak.
Tetapi, yang menjadi catatan adalah makruh hukumnya ketika kalian menggerakkan jari-jari dengan jumlah yang banyak. Hal ini dijelaskan dalam kitab Fath al-Mu’in:
“(Salat) tidak batal dengan gerakan yang ringan, meskipun dalam jumlah yang banyak dan dilakukan beriringan, hanya dihukumi makruh. Seperti menggerakkan satu jari atau beberapa jari untuk menggaruk (kulit) atau bertasbih besertaan tetapnya (tidak bergeraknya) telapak tangan. Atau bergeraknya pelupuk mata, bibir, zakar, dan lisan, karena bagian tubuh tersebut mengikuti terhadap tempat menetapnya, seperti jari-jari (mengikuti tangan).” (Syekh Zainuddin al-Maliabari, Fath al-Mu’in, juz 1, halaman 250).
Bagaimana jika kondisinya memaksa kita untuk menggaruk dengan menggunakan gerakan telapak tangan lebih dari tiga kali? Ternyata, keadaan seperti itu juga dianggap sebagai hal yang dimaafkan dan tidak membatalkan salat. Sebab, kondisi itu masuk ke dalam kategori darurat.
Hal serupa juga berlaku ketika gerakan muncul secara refleks dan tidak disengaja. Seperti gerakan yang merespon udara dingin dan ketika kaget. Gerakan-gerakan ini pun dimaafkan dan tidak membatalkan salat.
“Dikecualikan dengan perkataan ‘jari-jari’, yakni telapak tangan, maka menggerakkan telapak tangan tiga kali secara beriringan dapat membatalkan salat, kecuali ketika seseorang merasa gatal-gatal yang tidak sabar secara adat untuk tidak menggaruknya, maka dalam keadaan demikian (menggerak-gerakkan telapak tangan) tidak membatalkan salat karena dianggap darurat. Guruku (Ibnu Hajar al-Haitami) berkata: ‘Berdasarkan hal tersebut maka orang yang diberi cobaan berupa gerakan refleks (idtirari) yang memunculkan perbuatan yang banyak maka dianggap sebagai hal yang dimaafkan.” (Syekh Zainuddin al-Maliabari, Fath al-Mu’in, juz 1, halaman 251).
(SYI)