Di Tempat Ini, Soeharto Ingatkan Pers akan Bahaya Kebebasan

Presiden Kedua Indonesia, Soeharto. (Sumber: 5 Tahun Masa Bakti Bapak Try Sutrisno) Presiden Kedua Indonesia, Soeharto. (Sumber: 5 Tahun Masa Bakti Bapak Try Sutrisno)

Dadali: Monumen merupakan jenis bangunan yang dibangun untuk memperingati tokoh atau suatu peristiwa yang dianggap penting atau bersejarah. Kehadiran monumen akan membuat masyarakat di sekitarnya teringat akan kejadian pada masa lalu yang bisa dipetik sebagai pelajaran untuk ke depannya.

Monumen yang paling ikonik di Indonesia, antara lain Monas, Monumen Pancasila Sakti, Garuda Wisnu Kencana, hingga Patung Ikan Sura dan Baya. Tetapi, apakah kamu tahu, ternyata pers juga memiliki monumennya tersendiri lho! 

Bangunan induk Monumen Pers Nasional berlokasi di Jalan Gajah Mada Nomor 59, Desa Timuran, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Monumen ini dibangun sekitar 1918 atas perintah Pangeran Surakarta, Mangkunegoro VII. Dahulu, gedung ini bernama ‘Societeit Sasana Soeka’ dan dirancang oleh Mas Aboekassan Atmodirono. 

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dibentuk di gedung yang memiliki luas 2.998 meter persegi tersebut pada 9 Februari 1946,. Saat pendudukan Jepang di Hindia Belanda, gedung itu difungsikan sebagai klinik perawatan tentara yang kemudian menjadi kantor Palang Merah Indonesia (PMI) pada masa Revolusi Nasional Indonesia. 

Dilansir dari Kemdikbud.go.id, pada 9 Februari 1956, sejumlah wartawan ternama, seperti Rosihan Anwar, BM Diah, dan S tahsin, menyarankan pendirian yayasan yang akan menaungi insan pers dalam acara perayaan ulang tahun PWI ke-10. Akhirnya, yayasan itu diresmikan pada 22 Mei 1956 dan sebagian besar koleksinya disumbangkan oleh Soedarjo Tjokrosisworo.

Setelah 15 tahun, yayasan yang mewadahi insan pers itu berencana membangun fisik gedung. Rencana ini pun diumumkan secara resmi oleh Menteri Penerangan, Budiarjo, pada 9 Februari 1971. 

Nama ‘Monumen Pers Nasional’ ditetapkan pada 1973 dan resmi dibuka pada 9 Februari 1978 oleh Presiden Soeharto. Dalam pidatonya, Presiden Soeharto memperingatkan pers akan bahaya kebebasan lewat pernyataannya sebagai berikut.

“Menikmati kebebasan demi kebebasan itu sendiri adalah keistimewaan yang tak mampu kita dapatkan.”

Perpustakaan juga dapat ditemukan di Monumen Pers Nasional. Di sana, terdapat koleksi buku sejumlah 12.000 buku yang terdiri atas berbagai ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pers, komunikasi, dan informasi. Kabar baiknya, siapa pun bisa menjadi anggota di perpustakaan ini.

Selain itu, terdapat koleksi berupa arca-arca tokoh pers nasional pendiri PWI, foto-foto, hingga diorama di bangunan induk Monumen Pers Nasional. Sampai saat ini, museum ini masih menjadi sumber informasi terkait sejarah pers Indonesia yang dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.



(SYI)

Berita Terkait